Selasa, 30 September 2008

Kebaya Modern Versi Lenny Agustin

Kebaya Modern Versi Lenny Agustin
Sulha Handayani


(istimewa)

INILAH.COM, Jakarta - Kontroversi dalam teknik padu padan menjadi prolog desainer Lenny Agustin. Bagaimanakah presentasi busananya dapat merefleksikan dialog optimisme dan kepercayaan diri untuk menggarisbawahi identitas personalnya?

Kebaya semakin modern. Ini sebuah fenomena yang semakin menguak di kalangan industri fesyen. Pasalnya tidak lain untuk menginjeksi nilai jual terhadap elemen busana itu sendiri ataupun justru melindunginya dari kepunahan akibat minimnya kesadaran berbudaya.

Bahkan terasa absah saja memadukannya dengan gaya yang terinspirasi cara berpakaian anak muda Jepang. Semangat semacam itulah yang membawa Lenny Agustin dalam pergelarannya belum lama ini di Pacific Place.

Sebagian pihak mengaku belum terlalu mengenal deainer asal Surabaya ini. Lenny yang sempat mengenyam pendidikan di berbagai sekolah mode seperti Akademi Seni Rupa & Desain Indonesia ISWI, Bunka School of Desaign dan La Salle College ini memulai karir sebagai desainer sejak 2002.

Ia lalu bergabung dengan Asosiasi Pengusaha & Perancang Mode Indonesia (APPMI) pada 2004. Walau begitu, dia sempat menjajal kemampaun sebagai finalis di berbagai lomba rancang busana bertemakan etnik maupun baju pengantin.

Pada pergelaran kali ini Lenny menghadirkan sekitar 30 karya koleksi model busana terkini dengan aplikasi berbagai elemen tradisional. Pengamatan pada kecenderungan keinginan pasar terlihat sebagai salah satu ciri Lenny dalam presentasi busananya.

Pada bagian awal, terlihat dominasi potongan swinging dress ataupun perpaduan two pieces antara kebaya dan rok bervolume.

Kemudian untuk pemakaian bahan, berbagai kain tenun mulai dari ikat Lombok, sutera Makassar, Padang hingga kain tenun Sumba menjadi bahan eksplorasi desainer berpotongan rambut pendek itu. Kain batik seperti asal Pekalongan atau Yogyakarta turut pula menjadi komposisi sejumlah busananya.

Unsur dekoratif hadir dalam permainan aplikasi bordir, bunga, bola manik, hingga sepatu berpita yang memberikan kesan playful.

Pada bagian terakhir, aneka kebaya justru diterjemahkan dalam siluet gaun pengantin internasional bernuansa serba putih. Terobosan Lenny dengan keberanian membuat sebuah pergelaran patut mendapat aplaus.

Lenny mampu menjawab tantangan dengan mengedepankan ciri individualisme dalam berkarya. Dia ingin menyampaikan sebuah semangat berbeda dalam berbusana, bahkan terbilang pakemnya di luar jalur. Dia seperti ingin menghidupkan kembali kebaya Kartini, serta kebaya kutubaru dan encim dengan olahan baru dan penuh warna.

Kini banyak desainer Indonesia yang menekuni jalur etnik berlomba-lomba membungkus gaya tradisional dengan kemasan yang digambarkan sebagai modern. Tapi Lenny justru mengedepankan etnik klasik itu menjadi lebih modern. [L1]

Tidak ada komentar: